Senin, 09 November 2015

Dengan Takbir, Lahirkan Para Pahlawan





“Pahlawan.. Jangan menanti kedatangannya. Mereka adalah aku, kau, dan kita semua. Mereka bukan orang lain. Mereka hanya belum memulai. Mereka hanya perlu berjanji untuk merebut takdir kepahlawanan mereka, dan dunia akan menyaksikan gugusan pulau-pulau ini menjelma menjadi untaian kalung zamrud kembali yang menghiasi leher sejarah.” - Anis Matta

Rasanya tidak pernah kering tinta emas sejarah yang ditorehkan Bung Tomo dan para pahlawan yang telah mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan NKRI. Begitu bergolak dan menggelegar semangat juang saat itu, berapi api dan begitu tinggi nilai kepahlawanan yang diajarkan kepada generasi penerus setelah mereka menembus batas zaman dan dimensi peradaban.

Bung Tomo dan ribuan mujahid yang gugur di medan juang kala itu mungkin tak pernah mengira mereka akan terus diabadikan hingga detik ini, karena mereka hanya yakin akan satu hal, lebih baik mereka mati daripada dijajah atau hidup dalam kemuliaan kemenangan, tidak ada kamus pilihan mereka untuk hidup dalam perbudakan oleh para "londo ireng", di atur sedemikian rupa, dihisap kekayaan alam dan rakyat oleh para kompeni barat, aseng atau siapapun.

Satu hal yang jarang atau mungkin diangkat dalam panggung sejarah, bagaimana Ummat Islam yang saat itu "dibakar" semangatnya oleh Bung Tomo menghadang laju kaum kolinial dengan pekikan pekikan takbir, sekali lagi, takbir, membesarkan nama Allah. Baru kemudian gelombang semangat dengan pekikan pekikan takbir ini menggelora bersatu dalam gelombang keberanian untuk mengusir penjajah. Terjadilah hari pahlawan itu.

Bagaimana realitas hari ini, bangsa Indonesia dihadapkan pada kelangkaan para pahlawan. Begitu miris rasanya makin hari entitas NKRI ini makin mengalami kelangkaan para pahlawan yang jauh lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongannya.

Makin hari ini kita dihadapkan kenyataan kelangkaan para pahlawan yang dalam menjalankan amanah dan jabatannya, lebih mengutamakan pemenuhan hak rakyat yang dipimpinnya daripada hak partai yang telah mengusungnya, begitu langka pahlawan yang jauh lebih membela hak rakyat miskin daripada membela kaum para pemodal yang memodali dirinya. Jadi, kalau dulu Bung Tomo dan yang sezamannya dihadapkan tantangan mengusir "londo ireng", kita dihadapkan bagaimana mengusir jiwa jiwa kerdil dan tamak yang dihidap sesama anak bangsa.

Persis seperti apa yang telah diucapkan Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”

Maka, dengan membesarkan nama Allah adalah jawaban bagi kita semua yang ingin melahirkan pahlawan bagi bangsa ini, karena hanya dengan membesarkan nama Allah, kita telah menyingkirkan tuhan tuhan palsu, baik itu dalam bentuk manusia yang ingin dipatuhi ataupun ego diri sendiri. Hanya dengan membesarkan nama Allah dalam pekikan takbir seperti yang dibawa Bung Tomo, kita bebaskan segala bentuk penghambaan kepada sesama manusia (segala bentuk penjajahan di berbagai dimensi) menuju kepada Allah semata.  

Hanya Allah lah yang hakikatnya Maha Besar, tidak ada satupun yang hak untuk dibesarkan. Hanya Allah dan aturan-Nya lah yang sebenarnya untuk ditaati, bukan cinta dunia, harta jabatan, ataupun hawa nafsu yang dituruti.


Riyadh 10 November 2015
Ditemani syai bil halib (teh susu hangat), pisang goreng, dan istri salihah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar