Jumat, 08 Maret 2013

Riyadh dan Sopir Taksi

alriyadh.com

#SerialLivingInRiyadh


Hampir setahun stay di Riyadh membuat saya sedikit banyaknya mengetahui transportasi apa saja yang ada di kota yang saya juluki "Seribu Satu Mesjid" ini. Transportasi di Riyadh didominasi oleh kendaraan pribadi dan Taksi. Bagi yang terbiasa tinggal di jakarta, ibukota dengan sejuta angkot (angkutan kota) semacam KWK (koperasi wahana kalpika) atau bus Metro Mini, yang dengan mudahnya didapati hanya cukup dengan lambaikan tangan di tepi jalan, dan ketika akan turun cukup ketuk langit-langit kendaraan sebagai kode untuk berhenti, pasti akan merasakan culture shock di Riyadh alias kesulitan mencari alternatif transportasi umum.

Pilihannya hanya satu : Taksi. Kalaupun ada bus, transportasi massal ini hanya untuk bepergian antar kota, bukan dalam kota Riyadh.

Sebenarnya ada alternatif, yaitu taksi pribadi, ada warga Indonesia, Bangladesh atau mungkin Pakistan yang bisa kita calling kapan saja sesuai perjanjian. Tapi itu namanya Taksi juga sih, meski beda tipe, dan biasanya tarif nya relatif lebih mahal dari taksi pada umumnya.

Kalau naik Taksi di Indonesia, kita bisa langsung duduk manis dan kemudian sang sopir taksi menyalakan argometer-nya, secara otomatis langsung menyentuh angka Rp.5000, Rp 2500 per kilometer nya, dan dikenakan Rp.25000 per jam kalau Taksi harus menunggu. Tarif ini tentu dengan catatan, tarif bawah lho ya, bukan Taksi Premium semacam Bluebird apalagi Silver Bird.
 
Kalau kita naik Taksi di Riyadh, umumnya ada tawar menawar terlebih dahulu sebelum kita duduk manis di taksi. Jarang sekali kita dapati penumpang Taksi setuju memakai patokan argometer untuk tarif taksi. Menurut pengamatan saya, hal ini terjadi mengingat harga bensin di Saudi sangat murah di dunia, 0.45 SAR (Saudi Arabia Riyal) yang kalau kurs 1 riyal = 2500, maka 0.45 riyal sekitar 1125 rupiah saja. Kalau kita manut sang sopir menggunakan argo nya maka bagi pekerja indonesia yang belum memiliki kendaraan pasti terbebani biaya ongkos nya.

Sopir-sopir taksi di Riyadh didominasi oleh sopir ekspatriat dari Pakistan, dari hasil survei kecil-kecilan saya dengan bertanya langsung sang sopir, saya dapati lebih dari 85% sopir taksi di Riyadh berasal dari Pakistan, dari 85 % itu, saya dapati 90 persen nya dari provinsi Peshawar, Pakistan bagian utara.

"min aina anta" ? (dari mana kamu berasal) tanya saya. "Pakistani" jawab sopir taksi.
"min peshawar?"(dari Peshawar) tanyaku untuk mempertegas. "aiwa" (iya) begitu jawaban sang sopir sambil agak sedikit menggelengkan kepala khas seperti orang India.

Selain Pakistan, ada juga sopir taksi dari bangladesh, Yaman, Suriah atau bahkan ada juga Sopir Taksi dari penduduk Lokal Saudi. Nah, yang terakhir ini sopir favorit saya, karena sopir lokal yang saya temui seringkali murah dalam mentarifkan harga Taksi, bahkan belum lama ini penulis mendapat tarif 20 riyal saja (yang biasanya 30 riyal) dalam perjalanan 30 menit (sekitar 30 KM).

Berbicara kesepakatan harga ketika sebelum naik, seringkali saya harus tarik urat terlebih dulu ketika tawar menawar, khusus nya kepada para sopir Pakistan. Hal ini dikarenakan mereka seringkali mentarifkan harga yang mahal di awal. Jamak bagi budaya di sini, dan sudah seharusnya berlaku dimana-mana, ketika sudah sepakat akan suatu kesepakatan, maka "Haram" bagi kita untuk merombak di akhirnya.

Tak jarang, ketika Taksi sudah berjalan atau ketika sudah tiba di tujuan sang sopir taksi minta tambahan. Pernah, ketika saya mau mengaji bersama teman-teman di daerah Dir'iyah, sekitar 40 KM dari apartemen saya di Daerah Mursalat, diawal sepakat 20 riyal, namun sang sopir merasa jaraknya cukup jauh, maka ia meminta tambahan 5 riyal ketika kami sampai di Tujuan. Kami cuekin aja Sopir itu.

Pernah pula saya naik taksi dengan sopir seorang Pakistan, ia setuju tarif 10 riyal dari pasar Owais ke apartemen saya. Jarak dari pasar ke apartemen hanya 400 meter.  Setiba di depan apartemen ia meminta 20 riyal!.. issh hadzaa..?? (apa-apaan ini)

Alasan si sopir  dengan bahasa arab dan inggris sekena-nya, ia katakan karena saya membawa karpet yang besar dan banyak. Dalem hati saya bicara, siapa suruh ia setuju 10 riyal di awal??. Tapi dalam bahasa arab ammiyah saya katakan "Anta mafi kalam fii awwalun", (Anda ga bilang-bilang sih dari awal).

Yaudah deh saya keluarkan seluruh karpet dari mobil dan bagasi, saya kasih tambahan 2 riyal, dan kemudian saya tutup pintu mobil Taksi dengan baik-baik dikala sang Sopir masih mencerocos tidak jelas. Dua riyal tambahan itu udah baik banget tuh dari saya.. :)

Saya coba memahami hal ini dengan berpikir,bisa jadi karena mereka kebanyakan dari background dengan taraf pendidikan dan ekonomi yang minim, sehingga "nafsu" mengejar setoran begitu besar. Mengingat saya pernah berbincang dengan salah satu sopir dari Pakistan. Pendapatan mereka per-bulan kisaran 3000-hingga 6000 riyal atau 7.5 juta hingga 15 juta Rupiah. Beda dengan sopir lokal saudi, mungkin karena mereka sudah lebih terjamin kehidupan sosial nya dari kerajaan jadi tidak terlalu "bernafsu" mengejar setoran..wallahu'alam deh ya sebenernya kalau mereka mau bersyukur dengan tidak curang seperti menaikkan tarif seenaknya insha Allah rezeki mereka lebih berkah..

Para sopir-sopir ekspatriat di Riyadh ini memang tidak tahu menahu soal bagaimana melayani penumpang dengan baik, pasti pula tidak pernah ada training untuk itu, fokus mereka adalah hanya mencari nafkah dengan menjadi sopir taksi. Dan kita selaku warga asing juga di Riyadh, harus bersikap tegas di awal ketika nasik taksi, kalau sang sopir tidak mau sepakat dengan tarif yang kita tawarkan yasudah tolak aja dengan tegas tanpa perlu merasa gak enak.

Selain pengalaman yang kurang menyenangkan, saya juga pernah merasakan pengalaman ruhani yang cukup langka dengan Sopir Pakistan ini. Pernah suatu ketika sekembali dari Kantor Agent ke kantor saya di STC (Saudi Telecom Company), di tengah perjalanan sang sopir minta menepi untuk sholat ashar berjamaah di Mesjid. Hal ini seumur-umur tidak pernah saya alami. Begitu disiplinnya sang sopir untuk sholat berjamaah di Mesjid. Sungguh hari itu sang sopir ini menjadi  ustadz bagi saya dengan tindakan yang penuh keteladanan itu.

Berbicara pelayanan sopir taksi, kalau hasil survei LondonCabs.co.uk tidak memasukkan Riyadh salah satu kota dalam 10 kota dengan sopir taksi terburuk, maka menurut survei versi penulis yang sudah hampir setahun naik Taksi, kota Riyadh masuk setidak nya ke dalam 11 besar kota dengan pelayanan taksi terburuk..:D

Riyadh, Mursalat, 26 Rabiul Akhir 1434 H