Senin, 11 Februari 2013

Sendawa dan Local Wisdom




Serial #LivingInRiyadh

Ada betulnya juga ketika Stephen R Covey merumuskan "Karakter seseorang terbangun dari Kebiasaan". Berbicara kebiasaan, dulu saya memiliki sebuah kebiasaan "buruk", setidaknya di beberapa budaya, yaitu bersendawa atau glegean dalam bahasa Jawa.

 Sedari dulu saya paling sering bersendawa setelah makan,  karena tidak ada satupun orang di sekitar saya, baik itu dari keluarga ataupun teman-teman yang menegur saya, maka saya pun menjadi terbiasa. Kebiasaan ini sering terjadi dimana saja saya berada, termasuk ketika saya harus bekerja dan stay di Riyadh. Rasanya lega dan plong gitu setelah Sendawa. Dan akhirnya, ada konsekuensi dari kebiasaan ini.

Ketika stay di Riyadh, saya sering disuguhi menu makan-makanan berdaging dengan minuman bersoda. Kebayang dong, kalau soda tuh salah satu biang nya bikin sendawa. Makanan yang sering saya jumpai beranama Nus Fahm (Nus : setengah porsi Fahm : ayam), yaitu setengah ekor ayam yang dipanggang ditambah roti tipis khas Timur Tengah, Chicken Kabab (ayam panggang yang digiling dibentuk pipih). Minumannya kadang soft drink yang bersoda atau minuman lokal Timur Tengah seperti Mauz bil haalib (mauz : pisang, haalib : susu) atau ada juga minuman yang biasa kami sebut Burtukol (jus jeruk).

Sebulan dua bulan saya menikmati panganan di Riyadh, paling sering makan makanan khas Riyadh itu ketika ghadaa' (lunch) ketika bel istirahat kantor.. emangnya sekolahan pakai bel..

Kenyang setelah makan seringkali saya otomatis sendawa di tempat, ataupun ketika lunch time kelar, sendawa pun masih bersisa ketika saya sudah duduk di cubicle kantor. Hingga pada suatu hari di siang hari yang cukup membara, saya bersendawa "agak kencang", hingga radius..mungkin.. 15-20 meter terdengar dengan jelas suara sendawa saya dengan cetar membahana. Sampai-sampai saya mendengar cekikikan pekerja di sekitar saya di balik bilik-bilik cubicle kantor, ada yang berasal dari Pakistan, india, atau China.

Tapi ada satu teman dari Suriah, ia bernama Aysar Khalid, yang memanggil saya dari bilik cubiclenya "Hi Aji, watch is that (sound)"?, saya pikir ia hanya bertanya biasa ingin recognizing suara macam apa yang barusan saya hasilkan, saya pun hanya tersenyum senyum tanpa merasa "berdosa".

Tepat beberapa detik setelah itu, datanglah orang Arab Lokal yang duduk 5 meter di belakang cubicle saya langsung menegur dengan wajah yang sangat tidak ramah bin asam bin marah. Sambil berbahasa tubuh menunjukkan tenggorokannya, ia berkata suara yang kurang jelas, saya tangkap "your sound, dont do it.." Antena radar saya pun langsung bekerja, pasti itu gara-gara suara sendawa saya. Saya pun secara reflek bilang 'afwan (maaf).." sambil menelungkupkan dua telapak khas orang indonesia.

Keesokan harinya, saya ceritakan kisah ini kepada sahabat dan senior saya yang juga dari Indonesaia yang juga sama-sama bekerja di Managed Service STC (Saudi Telecom Company), mereka pun tertawa. Karena budaya lokal di sini (Arab) sangat tidak berkenan kepada yang namanya Sendawa. Bahkan Zaky, salah satu seniorku bilang, Sendawa lebih tidak sopan daripada "buang angin". weleh... 

Setelah itu kapok deh sendawa, klo udh mau sendawa langsung teringat kejadian di kantor, saya pun langsung menutup mulut, atau minimal banget sendawa tanpa bersuara. Alhamdulillah saya ternyata bisa  menahan suara sendawa :D

by the way, sendawa itu suara atau bunyi yang keluar dari kerongkongan. Sering terjadi kala kita sedang dalam kondisi kenyang dengan kondisi mungkin ada "gas" yang berlebih dari perut kita, bukan senyawa kimia  Sendawa (KNO3 : Kalium Nitrat) yaaa.. :)

Sedari kecil, mungkin banyak dari kita dibiasakan untuk ucapkan hamdalah setelah sendawa, setelah saya cari dimana-mana, tidak ada dalil (Hadits) pengkhususan hal ini. 'Ala kuli hal.. Baiknya memang suara sendawa diminimalisir sekecil mungkin dimanapun kita berada.


Mursalat, Riyadh
11 Februari 2013 / 1 Rabiul Akhir 1434

Chicken Kabab :

Chicken Kabab foto by Aji 










Nus Fahm :
Nus Fahm foto by Aji